Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain. Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa setiap model pembelajaran
mengarahkan kita kedalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik
sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Menurut Arends dalam Trianto menyatakan “The term teaching models refers to a particular approach to instruction
that include its goals, syntax, environment, and management system.”
Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Istilah model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas dari pada
strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus . Ciri-ciri tersebut adalah :
1. Rasional
teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang
akan dicapai).
3. Tingkah laku
mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan
berhasil; dan
4. Lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Berdasarkan
teori-teori belajar yang ada,
bermuara pada tiga model utama, yaitu: a) Behaviroisme, b) Kognitivisme, dan c)
Konstruktivisme.
a.
Pembelajaran Behaviorisme
Behaviorisme atau tingkah laku dapat diperhatikan
dan diukur. Prinsip utama bagi teori ini ialah faktor rangsangan (stimulus), Respon (response) serta penguatan (reinforcement).
Teori ini menganggap faktor lingkungan sebagai rangsangan dan respon peserta
didik terhadap rangsangan itu ialah responsnya. Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Thorndike yang menyatakan bahwa hubungan di antara
stimulus dan respon akan diperkuat apabila responnya positif diberikan reward
yang positif dan tingkah laku nagatif tidak diberi apa-apa (hukuman).
Sebagai contoh, seseorang peserta didik
diberikan ganjaran positif setelah dia menunjukkan respon positif. Dia akan
mengulangi respon tersebut setiap kali rangsangan yang serupa ditemui. Hal
demikian akan diperoleh dalam pengajaran guru dengan adanya latihan dan ganjaran
terhadap sesuatu latihan. Penguatan (reinforcement) yang terbina akan
memberi rangsangan supaya belajar lebih bersemangat dan bermotivasi tinggi.
Peserta didik yang berprestasi memperoleh pengetahuan yang mereka inginkan
dalam sesuatu sesi pembelajaran, dapat dikatakan mendapat response positif.
b.
Pembelajaran Kognitif
Model kognitif berkembang sebagai protes
terhadap teori perilaku yang berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki
perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui
upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan
pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan kognitif ini
adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing
memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer)
yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.
Menurut Ausubel , konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif
peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau
penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik
memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan
intelektual, meliputi: (1) enactive, dimana seorang peserta didik
belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek; (2) iconic, dimana
belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan (3) symbolic yang
mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak.
Gagne melakukan penelitian pada belajar
mengajar sebagai suatu rangkaian pase, menggunakan step-step kognitif:
pengkodean (cooding), penyimpanan (storing), perolehan kembali (retrieving),
dan pemindahan informasi (transferring information).
Menurut Hartley & Davies,
prinsip-prinsip kognitifisme banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya
dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran, yang meliputi: (1)
Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu; (2) Penyusunan materi
pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas
dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih
sederhana; (3) Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa
pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui
siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah
diketahui sebelumnya; dan (4)
Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini
sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan
suskses dan lain-lain.
c.
Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama
dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat sekolah
dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat.
Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru
tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk
yang serba sempurna. Dengan
kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan
pengalamannya masing-masing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik
itu sendiri. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema,
yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah
bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan
menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar.
Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri.
Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang
membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.Untuk membantu peserta
didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan
struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan
dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah
kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.
John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa
pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai
proses menyusun atau membina pengalaman secara berkesinambungan. Beliau juga
menekankan kepentingan keikutsertakan peserta didik di dalam setiap aktivitas
pengajaran dan pembelajaran.
Ditinjau persepektif epistemologi yang disarankan dalam konstruktivisme,
maka fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran
dan pembelajaran, penilaian, penelitian dan cara melaksanakan kurikulum.
Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah pengajaran dan pembelajaran
yang menumpu kepada kemampuan peserta didik mencontoh dengan tepat apa saja
yang disampaikan oleh guru, kepada kaidah pengajaran dan pembelajaran yang
menumpu kepada kemampuan peserta didik dalam membina skema pengkonsepan berdasarkan
pengalaman yang aktif. Ia juga akan mengubah tumpuan penelitian dari pembinaan
model berdasarkan kaca mata guru kepada pembelajaran sesuatu konsep ditinjau
dari kaca mata peserta didik.
see me at www.iaincirebon.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar