Purdi E Chandra
lahir di Lampung 9 September 1959. Secara “tak resmi” Purdi sudah mulai
berbisnis sejak ia masih duduk di bangku SMP di Lampung, yakni ketika dirinya
beternak ayam dan bebek, dan kemudian menjual telurnya di pasar.
Dengan “jatuh
bangun” Purdi menjalankan Primagama. Dari semula hanya 1 outlet dengan hanya 2
murid, Primagama sedikit demi sedikit berkembang. Kini murid Primagama sudah
menjadi lebih dari 100 ribu orang per-tahun, dengan ratusan outlet di ratusan kota di Indonesia .
Karena perkembangan itu Primagama ahirnya dikukuhkan sebagai Bimbingan Belajar
Terbesar di Indonesia oleh MURI (Museum Rekor Indonesia ).
Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri untuk berkelilingkota di seluruh Indonesia
membuka cabang-cabang Primagama. Dan atas bantuan istrinya pula usaha tersebut
makin berkembang.
Mengenai bisnisnya, Purdi mengaku banyak belajar dari ibunya. Sementara untuk masalah kepemimpinan dan organisasi, sang ayahlah yang lebih banyak memberi bimbingan dan arahan. Bekal dari kedua orang tua Purdi tersebut semakin lengkap dengan dukungan penuh sang Istri Triningsih Kusuma Astuti dan kedua putranya Fesha maupun Zidan. Pada awal-awal berdirinya Primagama, Purdi selalu ditemani sang istri untuk berkeliling
Kini Primagama sudah menjadi Holding Company yang membawahi lebih dari 20 anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang seperti: Pendidikan Formal, Pendidikan Non-Formal, Telekomunikasi, Biro Perjalanan, Rumah Makan, Supermarket, Asuransi, Meubelair, Lapangan Golf dan lain sebagainya.
Walaupun kesibukannya sebagai entrepreneur sangat tinggi, namun jiwa organisatoris Purdi tetap disalurkan di berbagai organisasi. Tercatat Purdi pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) cabang
Wawancara dengan
Majalah BERWIRAUSAHA 22-09-2000 Untuk jadi seorang entrepreneur sejati, tidak
perlu IP tinggi, ijazah, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat
kita tidak punya apa-apa. Pakai ilmu street smart saja,” ungkap Purdi E
Chandra, Dirut Yayasan Primagama.
Menurutnya, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai. Banyak orang ragu berbisnis cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses.
“Masalahnya jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak akan berani buka usaha,” tambah ‘konglomerat bimbingan tes’ itu. Purdi yang lahir di Lampung 9 September 1959 memang jadi model wirausaha jalanan, plus modal nekad. la tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Lalu dengan modal Rp.300 ribu ia dirikan lembaga bimbingan tes Primagama 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang. la sukses membuat Primagama beromset hampir 70 milyar per tahun, dengan 200 outlet di lebih dari 106
Grup Primagama
pun merambah bidang radio, penerbitan, jasa wisata, ritel, dll. Semua diawalkan
dari keberanian mengambil risiko. Kini Purdi lebih banyak lagi ‘berdakwah’
tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa
menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi
bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha-pengusaha.
Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega
Entrepreneur,” ungkap Purdi kepada Edy Zaqeus dan David S. Simatupang dari
Majalah BERWIRAUSAHA.
Berikut petikan wawancara yang berlangsung di kantor cabang Primagama Jakarta.
Bagaimana semangat wirausaha masyarakat kita?
Berikut petikan wawancara yang berlangsung di kantor cabang Primagama Jakarta.
Bagaimana semangat wirausaha masyarakat kita?
Mungkin begini.
Salahnya pendidikan kita itu, kebanyakan orang lulus sarjana baru cari kerja.
Jadi pengusaha itu mungkin malah orang-orang yang kepepet. Yang tidak diterima
di mana-mana, baru dia sadar dan bikin usaha sendiri. Mestinya, kesadaran
seperti ini bisa untuk orang-orang yang tidak kepepet. Alasannya, kalau mau
usaha harus ada modal, punya ketrampilan. Padahal tidak harus begitu. Saat yang
tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Ibaratnya kalau kita punya
ijazah pun, tidak usah dipikirin. Saya dulu tak tergantung dengan selembar
kertas itu. Sekarang mau dijaminkan di bank juga tidak bisa. Hanya buat
senang-senang saja kalau sudah sarjana.
Memang saya lihat pendidikan kita itu dari otak kiri saja. Padahal kalau kita garap yang kanan, porsinya banyak, maka otomatis otak kirinya naik. Tapi kalau kita banyakin kiri, kanan ndak ikut naik. Kanan itu adalah praktek. Saya bilang street smart.
Cerdas di lapangan, di jalanan. Orang yang akademik, sekolahnya pintar, IP atau nilai tinggi, dia tidak berani menentang teori. Jadi robotlah. Kalau di situ jadi topeng monyet. Dia tidak berani membuat kreasi sendiri. Padahal hidup dia itu bukan di masa lalu. Hidup dia itukan
di masa datang, dan itu serba berubah cepat. Tidak ada yang sama dengan teori
yang dia pelajari. Teori itu kan
hasil temuan. Kenapa kita tidak bisa menemukan sendiri? Saya punya contoh,
manajemen di Primagama, yang tidak ada di teori, kalau pun ada di teori pasti
disalah – salahkan Apa itu?
Memang saya lihat pendidikan kita itu dari otak kiri saja. Padahal kalau kita garap yang kanan, porsinya banyak, maka otomatis otak kirinya naik. Tapi kalau kita banyakin kiri, kanan ndak ikut naik. Kanan itu adalah praktek. Saya bilang street smart.
Cerdas di lapangan, di jalanan. Orang yang akademik, sekolahnya pintar, IP atau nilai tinggi, dia tidak berani menentang teori. Jadi robotlah. Kalau di situ jadi topeng monyet. Dia tidak berani membuat kreasi sendiri. Padahal hidup dia itu bukan di masa lalu. Hidup dia itu
Di Primagama,
suami-istri bekerja dalam satu kantor itu malah kita anjurkan. Di lain tempat
dan di teori itu ndak boleh! Tapi saya praktekkan, ternyata jalan, bagus. Saya
melihat, mereka masing-masing bisa saling mengontrol. Maka, menantang teori itu
yang utama. Saya malah bisa menaikkan omset Primagama 60%.
Contohnya lagi,
iklan Primagama yang pakai aktor Rano Karno. Menurut orang kampus, dan pernah
dibahas di sana ,
itu ndak bener! Menurut teori ndak benar. Tapi nyatanya, bagus hasilnya? Saya
dulu pernah pakai Sarlito (pakar psikologi dan pendidikan:rec), malah ndak ada
hasilnya, walau dia doktor atau apa. Jadi
street smart itu…
Apa artinya street smart?
Cerdas di
jalanan. Ada
academic smart atau school smart. Tapi
street smart itu cerdas dengan praktek. Jadi
begini, kalau kita punya pengetahuan dengan benar, pengetahuan itu kan akademik. Kita tidak
strong, gugur! Kita tidak akan bisa. Kita tidak akan bisa benar. Waktu SD
itu ada bacaan-bacaan begini; “Ibu pergi ke pasar membeli sayur.” Kok tidak yang
menjual sayur saja?
Kok kata-katanya
selalu membeli, bukan menjual? Teryata setelah saya urut-urut, yang nulis itu
guru. Coba kalau isinya diubah menjadi menjual, itu akan lain.
Kenapa tertarik menonjolkan sisi menjualnya?
Kenapa tertarik menonjolkan sisi menjualnya?
Kalau saya
bertransaksi, itu nilai tambah. Dalam transaksi, duit paling banyak itu kan pengusahanya? Dan
paling banyak milik pengusaha. Coba kalau misalnya yang satu membeli saja. Akan
terbatas transaksinya. Sehingga kalau memang harus banyak pengusahanya, ya
untuk menjual.
Setuju dengan
pemikiran Kiyosaki “If you want to be rich and happy, don’t go to school” ?
Kalau saya if you want to be rich and happy, ya…. Kalau ingin kaya, ngapain sekolah? Kalau di sekolah tidak akan happy dan kaya. Pendidikan kita tidak bikin happy, malah bikin stres anak. Porsi mainnya kurang. Sejak Taman Kanak-kanak sudah dipaksa main otak kiri. Mungkin itu karena dari mentrinya sampai orang-orang tuanya itu otak kiri semua,kan ? Dikatakan figur yang bagus itu yang
profesor, yang doktor. Padahal kalau kita pilah, yang pintar sekolah memang
jadi dosen, jadi dokter. Yang sedang-sedang saja jadi manajer. Tapi yang
bodo-bodo sekolahnya malah jadi pengusaha.
Kalau saya if you want to be rich and happy, ya…. Kalau ingin kaya, ngapain sekolah? Kalau di sekolah tidak akan happy dan kaya. Pendidikan kita tidak bikin happy, malah bikin stres anak. Porsi mainnya kurang. Sejak Taman Kanak-kanak sudah dipaksa main otak kiri. Mungkin itu karena dari mentrinya sampai orang-orang tuanya itu otak kiri semua,
Penelitian di
Harvard begitu. Penyikapan guru terhadap anak yang bodo kok divonis tidak punya
masa depan? Mungkin dia berani, kreatif, bisa menemukan apa yang tidak
ditemukan oleh anak-anak pintar.
Nah, pendidikan kita itu semua mau dijadikan ilmuwan. Seolah ngejar otak kiri saja, ngejar school smart saja. Apa yang harus dilakukan untuk membongkar sistem seperti itu? Memang berat karena dari dulu juga begitu. Maka harus lewat luar, kegiatan-kegiatan ekstra. Maka saya usulkan pendidikan kita dibuat dua sistem; sistem ijazah dan sistem tanpa ijazah. Kalau sekolah tanpa ijazah, orang akan cenderung cari ketrampilan dari praktek yang kelihatan. Yang pakai ijazah untuk yang mau jadi dosen, jadi dokter, jadi ilmuwan.
Kalau pelajaran
kimia yang pakai ijazah, ya ilmuwan itulah. Kalau kimia yang tidak pakai
ijazah, pilihannya ya bikin deterjen, bikin sirup, bikin apa saja yang ada
manfaatnya. Kalau semua harus belajar kimia, padahal kita tidak tertarik,
berarti dipaksa dan tidak happy jadi nya.Kalau di tataran konseptual, apa yang
mesti dilakukan?
Saya kira Dikbud
itu merasa bahwa yang menentukan masa depan Indonesia itu dia. Bikin kurikulum,
walaupun sumbernya dari masyarakat, tapi sering terlambat. Kurikulum tahun lalu
baru dipakai sekarang. Lebih cepat di luar, kan ? Maka kalau saya, pendidikan itu tidak
usah diatur. Perguruan Tinggi siapa pun boleh bikin. Dan itu masyarakat yang
menilai. Hukum pasar! Titel MBA atau apa dilarang, kenapa? Alamiah aja. Nanti
kalau kebanjiran itu orang ndak mau pakai, kan ndak masalah? Kalau banyak manajer
belajar ilmu untuk mendapatkan MBA, itu kan
bagus? Dalam pendidikan itu sebenarnya mereka dagang.
Kalau model-model pendidikan itu masyarakat yang mengembangkan, mungkin baru bagus. Karena pas dengan zaman itu. Misalnya Mc Donald mau bikin Universitas Mc Donald, kenapa tidak?
Kalau model-model pendidikan itu masyarakat yang mengembangkan, mungkin baru bagus. Karena pas dengan zaman itu. Misalnya Mc Donald mau bikin Universitas Mc Donald, kenapa tidak?
Bagaimana dengan
Sebagai entrepreneur,
saya punya visi Mega Entrepreneur. Artinya bagaimana seorang pengusaha bisa
menciptakan pengusaha lainnya. Kalau pengusaha bisa menciptakan lapangan kerja,
itu sudah biasa. Yang saya kejar adalah bagaimana saya bisa menciptakan banyak
pengusaha. Dulu visi saya memang menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
Kalau seperti itu kan
lama. Mungkin hanya ribuan lapangan kerja. Tapi kalau bisa menciptakan banyak
pengusaha, lapangan kerja yang tercipta lebih banyak lagi.
Karyawan saya pun saya usahakan bisa jadi pengusaha. Kayak manajer-manajer saya, semua sudah punya usaha di luar. Saya ditentang oleh Renald Kasali. Katanya menurut teori itu tidak bisa. ‘Orang kerja kok diajak merangkap jadi pengusaha, itu ndak bisa!’. Saya praktekkan ternyata bisa. Manajer saya punya perusahaan mebel.
Menurut Kiyosaki, di sini dia sebagai employee, di luar dia sebagai business owner karena yang mengelola orang lain.Ada
manajer saya yang buka bengkel motor. Sopir saya punya kenteng mobil. Sopir
saya yang lain punya bisnis jual bell handphone.
Karyawan-karyawan itu mau jadi manajer semua ? ndak mungkinkan …
Harapan paling besar saya, ya mereka jadi pengusaha.
Karyawan saya pun saya usahakan bisa jadi pengusaha. Kayak manajer-manajer saya, semua sudah punya usaha di luar. Saya ditentang oleh Renald Kasali. Katanya menurut teori itu tidak bisa. ‘Orang kerja kok diajak merangkap jadi pengusaha, itu ndak bisa!’. Saya praktekkan ternyata bisa. Manajer saya punya perusahaan mebel.
Menurut Kiyosaki, di sini dia sebagai employee, di luar dia sebagai business owner karena yang mengelola orang lain.
Karyawan-karyawan itu mau jadi manajer semua ? ndak mungkin
Harapan paling besar saya, ya mereka jadi pengusaha.
Sejak kapan Entrepreneur University berjalan?
Misalnya dia kuliah di akuntansi, yang feasible tidak feasible, udah, ndak berani-berani dia. Usaha itu bukan perhitungan sebelumnya. Hitungan yang terjadi, itulah usaha. Banyak yang terjadi kita tidak tahu dan tidak kita pikirkan sebelumnya. Saya di Primagama dulu kalau dipikir tidak rasional. Modal saya cuma Rp.300 ribu saja. Sekarang asetnya sudah hampir Rp.100 milyar, kan? Rasionalnya di mana?
Tadi seorang
direksi bank yang ingin membuat usaha. Seperti dia, dihitung-hitung terus,
selalu tidak positif. Akhirnya tidak berani buka usaha. Saya bilang, “Jangan
dihitung terus!” Usaha itu dibuka, baru dihitung. Ini street smart. Kalau dihitung baru
dibuka, ndak akan buka-buka usaha. Makanya, yang membuat orang takut itu bukan
sisi gelap, tapi justru sisi terang. Karena terang itu tahu hitung-hitungannya,
tahu risikonya gedhe, jadi takut. Kalau gelap, tidak tahu apa-apa, usaha itu
tidak takut. Dihitung atau tidak dihitung itu sama saja kok.
Padahal entrepreneur harus berani ambil risiko…
Itulah, ambil
risiko itu berarti harus gelap. Maksudnya jangan terlalu banyak tahu. Setelah
jalan, kita pakai ilmu street smart tadi. Street smart itu yang melahirkan
kecerdasan entrepreneur yang dibutuhkan untuk pemula usaha. Isi kecerdasan
entrepreneur itu ya kecerdasan emosional, spiritual, dan basisnya di otak
kanan.
Bagaimana cara Anda merealisasikan gagasan Mega Entrepreneur?
Bagaimana cara Anda merealisasikan gagasan Mega Entrepreneur?
EU ini saya yang
buka dan pelatihannya saya yang mengajar sendiri. Saya bukan cari untunglah,
tapi semacam aktulisasilah buat saya. Karena saya ingin jadi Mega Entrepreneur
tadi. Sehingga saya bela-belain, ndak harus untung. Kalau nombokpun saya mau
untuk memberikan dakwah tentang entrepreneurship ini. Itu yang saya lakukan,
dan sudah dua angkatan EU di lima kota . Perkembangan
pesertanya cukup positif. Yang sama sekali tidak berani berusaha, kini jadi
berani.
Bagaimana tren kewirausahaan ke depan?
Saya kira itu suatu keharusan. Kalau negara
ini mau maju, harus banyak pengusahanya. Kita belum ada kementrian yang khusus
mengurusi wirausaha. Di Indonesia banyak bisnis yang bisa dikembangkan menjadi
franchise dan tidak harus yang mahal. Di Malaysia sudah ada kementriannya, dan
mentrinya mendorong mereka yang mau usaha franchise dsb.
Bagaimana
entrepreneur yang ideal itu?
Ukuran ideal
saya adalah dari banyaknya lapangan kerja yang diciptakan. Pengusaha yang bisa
melahirkan pengusaha-pengusaha baru. Bisnisnya kalau bisa yang baik-baiklah.
Saya suka mengurusi bisnis yang langsung ke pasar. Yang menilai dan menentukan
bisnis saya ya pasar. Saya ndak
model dengan bisnis lobi-lobi yang harus berhubungan dengan pemerintah.
Pernah mengalami pencerahan selama menjadi
entrepreneur?
Saya
mengembangkan sisi spiritual melalui dzikir atau meditasi. Bisnis itu, kalau
bisa ya melibatkan yang “di atas”. Tidak bisa berjalan dengan diri kita
sendiri. Maka saya kembangkan kecerdasan spiritual. Kalau menggunakan intuisi
saja, hanya bisa menunjukkan sesuatu tujuan itu seperti apa…. Tapi kalau
dzikir, melibatkan Tuhan, kuncinya justru membuat tujuan itu terjadi.
Misalnya diramal orang kita tidak hoki. Dengan
dzikir itu bisa jadi hoki. Yang tidak baik jadi baik. Arah negatif bisa jadi
positif. Maka, menantang teori itu yang utama! Makanya, yang membuat orang
takut itu bukan sisi gelap, tapi justru sisi terang.
Bangkit Wujudkanlah
mimpi anda, kembangkanlah “penglihatan pemikiran” yang selama ini terpendam,
berikanlah arti pada hidup yang anda cintai ini. Semuanya berawal dari sebuah
impian. Dunia dengan segala isinya diciptakan Tuhan dari “impian-Nya”.
Kisah-kisah keberhasilan para tokoh yang berhasil mengubah dunia, bermula dari mimpi, seperti apa yang dilakukan Galiileo, Thomas Alva Edison, Einstein, dan lain-lain. Bangunan-bangunan besar seperti candi dan piramid juga dimulai dari impian. Bahkan, majalah ini hingga akhirnya sampai ke tangan pembaca, juga diawali dari impian. Bila demikian, tampaknya segala sesuatu sangatlah mungkin untuk diwujudkan. Masalahnya adalah kebanyakan orang telah membuang jauh-jauh mimpi mereka ke tempat sampah, atau merasa bahwa mimpi mereka merupakan hal yang mustahil. Padahal, hampir semua mimpi bisa diwujudkan dengan sedikit kecerdikan, sedikit keberanian serta dukungan emosional.
Sebagai ilustrasi, pertengahan tahun 70-an Bill Gates bermimpi bahwa komputer akan tersedia di setiap rumah pada suatu masa nanti; Akio Morita bermimpi is bisa mendengarkan musik favoritnya sambil main tenis, tanpa harus mengganggu tetangga kiri-kanan; atau Sosrodjoyo yang bermimpi nantinya orang-orang akan memilih teh botol bikinan pabrik daripada repot-repot menyeduhnya di rumah.
Kisah-kisah keberhasilan para tokoh yang berhasil mengubah dunia, bermula dari mimpi, seperti apa yang dilakukan Galiileo, Thomas Alva Edison, Einstein, dan lain-lain. Bangunan-bangunan besar seperti candi dan piramid juga dimulai dari impian. Bahkan, majalah ini hingga akhirnya sampai ke tangan pembaca, juga diawali dari impian. Bila demikian, tampaknya segala sesuatu sangatlah mungkin untuk diwujudkan. Masalahnya adalah kebanyakan orang telah membuang jauh-jauh mimpi mereka ke tempat sampah, atau merasa bahwa mimpi mereka merupakan hal yang mustahil. Padahal, hampir semua mimpi bisa diwujudkan dengan sedikit kecerdikan, sedikit keberanian serta dukungan emosional.
Sebagai ilustrasi, pertengahan tahun 70-an Bill Gates bermimpi bahwa komputer akan tersedia di setiap rumah pada suatu masa nanti; Akio Morita bermimpi is bisa mendengarkan musik favoritnya sambil main tenis, tanpa harus mengganggu tetangga kiri-kanan; atau Sosrodjoyo yang bermimpi nantinya orang-orang akan memilih teh botol bikinan pabrik daripada repot-repot menyeduhnya di rumah.
Tetapi perlu
kiranya dibedakan antara “mendambakan” dan “memimpikan”. Mendambakan bersifat
pasif dan menunggu, hanya merupakan selingan iseng tanpa otak, tanpa upaya
untuk mewujudkannya. Sedang memimpikan bersifat aktif dan berani mengambil
inisiatif. la didukung oleh rencana dan tindakan untuk membuahkan hasil.
Tokoh-tokoh yang disebut di atas adalah contoh perbuatan memimpikan. Mereka tidak sekadar beranganangan, melainkan berupaya keras mewujudkan impiannya. Microsoft, Sony, dan Teh Sosro adalah hasil nyata dari mimpi-mimpi mereka.
Singkatnya, penglihatan pikiran membuka pintu untuk mewujudkan impian kita. Namun begitu pintu tersebut terbuka, harus ada tindakan nyata berupa: disiplin, kebulatan tekad, kesabaran, dan ketekunan bila kita ingin membuat impian tersebut menjadi kenyataan.
Penglihatan Pikiran
Tokoh-tokoh yang disebut di atas adalah contoh perbuatan memimpikan. Mereka tidak sekadar beranganangan, melainkan berupaya keras mewujudkan impiannya. Microsoft, Sony, dan Teh Sosro adalah hasil nyata dari mimpi-mimpi mereka.
Singkatnya, penglihatan pikiran membuka pintu untuk mewujudkan impian kita. Namun begitu pintu tersebut terbuka, harus ada tindakan nyata berupa: disiplin, kebulatan tekad, kesabaran, dan ketekunan bila kita ingin membuat impian tersebut menjadi kenyataan.
Penglihatan Pikiran
Pada hakikatnya
setiap insan memiliki dua jenis penglihatan: penglihatan mata dan penglihatan
pikiran. Penglihatan mata adalah apa yang kita lihat ada secara fisik di
sekeliling kita, misalnya: mobil, gunung, pulpen atau teman-teman kita.
Sebaliknya, penglihatan pikiran adalah sebuah kekuatan untuk melihat bukan apa
yang ada secara fisik, tetapi apa yang bisa ada setelah intelegensia manusia
diterapkan. Penglihatan pikiran adalah kekuatan untuk bermimpi.
Dr. David
Schwartch, dalam The Magic of Thinking Success, yakin bahwa perasaan kita yang
paling tak ternilai harganya adalah penglihatan pikiran. Penglihatan tersebut
membentuk gambaran masa depan yang kita harapkan, rumah yang kita idamkan,
hubungan keluarga yang kita dambakan, liburan yang akan kita ambil, atau
penghasilan yang akan kita nikmati kelak (sumber : www.purdiechandra.com)
Kesimpulan dari Biografi :
- Jiwa
kewirausahaan harus dibina sejak dini dan tidak memerlukan pendidikan
formal yang tinggi, serta tidak memerlukan modal yang banyak, kemampuan
otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadai untuk menjadi
pengusaha yang sukses karena jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu
banyak berhitung, dia malah tidak akan berani buka usaha.
- Enterprenership
mengandung resiko yang tinggi tetapi jika mempunyai jiwa enterprener maka
tidak banyak berfikir tentang resiko tersebut.
- Seorang
pengusaha yang sukses yaitu bila bisa menghasilkan pengusaha lainya, bukan
hanya membuat lapangan kerja tetapi juga menghasilkan pengusaha lainnya.
- Dalam
Bisnis sebaiknya melibatkan yang “di atas”. Tidak bisa berjalan dengan
diri kita sendiri. Maka harus
pula dikembangkan kecerdasan spiritual. Kalau menggunakan intuisi saja,
hanya bisa menunjukkan sesuatu tujuan itu seperti apa? Tapi kalau dzikir,
melibatkan Tuhan, kuncinya justru membuat tujuan itu terjadi.
- Semuanya
berawal dari sebuah impian. Dunia dengan segala isinya diciptakan Tuhan
dari “impian-Nya”. Kisah-kisah keberhasilan para tokoh yang berhasil
mengubah dunia, bermula dari mimpi, tetapi dibedakan antara “mendambakan”
dan “memimpikan”. Mendambakan bersifat pasif dan menunggu, hanya merupakan
selingan iseng tanpa otak, tanpa upaya untuk mewujudkannya. Sedang memimpikan
bersifat aktif dan berani mengambil inisiatif. la didukung oleh rencana
dan tindakan untuk membuahkan hasil. Tokoh-tokoh yang disebut di atas
adalah contoh perbuatan memimpikan. Mereka tidak sekadar beranganangan,
melainkan berupaya keras mewujudkan impiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar